oleh

Dr Yunada Arpan: Hari Desa Nasional 2025, Kepala Desa sebagai Mobilisator Civil Society

Loading

OPINI – Peringatan perdana Hari Desa Nasional 2025 telah digelar di Provinsi Jawa Barat pada 14-15 Januari lalu di Desa Cibeureum Kulon, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang. Hari Desa Nasional diperingati berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 23 Tahun 2024. Keppres tersebut menetapkan tanggal 15 Januari sebagai Hari Desa Nasional.

Tema Hari Desa Nasional kali ini adalah Ketahanan Pangan Nasional Dimulai dari Desa Swasembada Pangan. Sejalan dengan tema tersebut, pemerintah juga mencanangkan Gerakan Menanam Tanaman Pangan di Desa atau “Gema Tandan Desa”. Acara itu digelar juga Village Expo, Simposium Sabisa (Semua Bicara Desa), Musyawarah Desa Nasional yang dipimpin oleh Mendagri Tito Karnavian. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat desa melalui gerakan menanam tanaman lokal bernilai gizi tinggi, yang dapat meningkatkan ketahanan pangan berbasis potensi desa.

Penetapan Hari Desa Nasional merupakan upaya untuk meningkatkan perhatian dan komitmen pemerintah, masyarakat, serta berbagai pihak dalam mendukung pembangunan desa yang berkelanjutan. Kegiatan ini untuk mengakui dan menghargai peran penting desa dalam pembangunan nasional.

Tujuan peringatan Hari Desa Nasional untuk menghadirkan momentum memperkuat peran desa dalam rangka membangun pemahaman masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan agar menjadikan desa sebagai subyek pembangunan, pemberdayaan masyarakat, pusat pertumbuhan dan kebudayaan daerah, serta menjadi sarana mempublikasikan kemajuan desa.

Permasalahan Desa

Kami sangat mengapresiasi inisiatif pemerintah untuk menetapkan Hari Desa Nasional sebagai upaya untuk menempatkan pembangunan desa sebagai subyek pembangunan. Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 Indonesia memiliki 84.276 wilayah administrasi setingkat desa, dengan 73% penduduk Indonesia tercatat tinggal di desa.

Hingga saat ini, desa masih berkutat pada berbagai permasalahan pada banyak hal seperti geografi, sosial, ekonomi, dan budaya. Infrastruktur yang terbatas seperti jalan raya, jaringan listrik dan fasilitas transportasi. Masih bayak desa yang menghadapi masalah ketahanan pangan, seperti kelangkaan makanan, kurangnya diversifikasi makanan, dan kurangnya akses terhadap nutrisi yang memadai. (Hariawan; 2017).

Terbatasnya akses pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan, air bersih, ketergantungan yang berlebihan pada sektor pertanian, termasuk posisi tawar yang rendah sehingga desa rentan terhadap fluktuasi harga komoditas pertanian. Selain itu, produktivitas pertanian juga rendah karena kurangnya akses terhadap teknologi, sumber daya pertanian, dan pasar.

Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan petani yang memperparah kemiskinan. Oleh karena itu desa memiliki masalah nyata dan kompleks yang membutuhkan solusi secara menyeluruh dan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Pembangunan adalah perubahan keadaan yang lebih baik dilaksanakan secara sadar dan terus menerus. Seperti tercantum dalam Tap/MPR/No.II/1989 bahwa hakekat dari pembangunan itu sendiri adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus, dilaksanakan secara bertahap dan berencana yang berorientasi pada suatu pertumbuhan dan perubahan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya serta mencakup seluruh aspek kehidupan, baik lahiriah maupun batiniah (Effendi; 2002).

Konsep pembangunan partisipatif mengacu pada proses pemberdayaan masyarakat sehingga mereka dapat menemukan kebutuhannya sendiri atau kelompok masyarakat sebagai dasar perencanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan sangat penting karena dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan. Diharapkan partisipasi masyarakat sebagai masukan pembangunan dapat meningkatkan upaya untuk memperbaiki kondisi dan taraf hidup masyarakat desa. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan pertanda adanya kemauan awal masyarakat untuk berkembang secara mandiri.

Peran Pemerintahan Desa

Kata Desa berasal dari bahasa Sansekerta, “Desh”, yang berarti “Tanah Kelahiran” atau “Tanah Tumpah Darah”. Dari kata “Desh” terbentuk kata Desa. Desa adalah tempat tinggal kelompok atau masyarakat hukum yang memiliki wilayah daerah kesatuan administratif. Desa terdiri dari kediaman dan tanah pertanian, perikanan, sawah, pangonan, dan hutan belukar. Desa juga dapat memiliki wilayah di tepi lautan, danau, sungai, irigasi, atau gunung. Secara keseluruhan, desa memiliki Hak Ulayat Masyarakat Desa (Kartohadikusumo; 1988).

Pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa. Kewenangan desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa (UU No. 6 Tahun 2014 Pasal 18). Kepala desa bertanggung jawab atas penyelenggarakan Pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Menurut Talizidhuhu Ndraha (2011) kepala desa merupakan pemimpin di desa, semua urusan tentang kemakmuran, kesejahteraan masyarakat, pembangunan dan lain-lain merupakan kewajiban dari kepala desa sebagai pemimpin formal yang ditunjuk oleh pemerintah. Seorang kepala desa merupakan pemimpin, penyelenggara dan sekaligus sebagai penanggung jawab atas jalannya roda pemerintahan dan pembangunan di dalam wilayahnya. Kepala desa adalah pemimpin formal di desa, secara umum meliputi peran sebagai pelopor, inovator, fasilitator, stabilitator, sekaligus mediator bagi berbagai kepentingan warga yang dipimpinnya.

Kepala desa memiliki peran sebagai mobilisator atau penggerak, artinya mereka yang mengarahkan dan mendorong tindakan yang berkaitan dengan pembangunan demi kepentingan bersama. Peran kepala desa sebagai penggerak, pengawas, dan pelapor pembangunan sangat penting untuk mengembangkan swadaya masyarakat dan menumbuhkan semangat gotong royong, sehingga dapat merealisasikan pelaksanaan pembangunan yang telah direncanakan dalam anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).

Dalam kegiatan pembangunan partisipasi masyarakat sangat diharapkan, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Paradigma pembangunan melibatkan peran serta masyarakat secara luas melalui peningkatan keterlibatan civil society yang digerakkan oleh pemerintahan desa, sehingga tujuan pembangunan yang demokratis adalah dari, oleh dan untuk masyarakat bisa terwujud.

Pembangunan yang berbasis perdesaan diperlukan untuk memperkuat fondasi perekonomian negara, mempercepat pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan perkembangan antar wilayah. Dalam realisasinya, pembangunan perdesaan memungkinkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi digerakkan ke perdesaan, sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari penghidupan. (Wahidi (2015).

Konsep Pemberdayaan

Dalam wacana pembangunan masyarakat, konsep pemberdayaan selalu dikaitkan dengan konsep seperti mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Jaringan kerja adalah kerangka kerja yang dibuat oleh stakeholder, termasuk pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat, sehingga pembangunan dapat memberikan hasil yang merata, yang merupakan konsep keadilan yang merupakan konsep keadilan (kesejahteraan yang merata).

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable”. Konsep ini lebih luas dari hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut.

SDGs Desa

Dengan ditetapkannya Hari Desa Nasional maka diharapkan dapat mewujudkan SDGs Desa yang pada tahun 2015, Indonesia bergabung dengan 193 negara lain di Markas PBB di New York ikut menyepakati dan mengesahkan Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs adalah agenda pembangunan global yang terdiri dari 17 tujuan yang dibagi menjadi 169 target yang saling terkait, memengaruhi, dan berhubungan satu sama lain.

Sustainable Development Goals (SDGs) adalah komitmen masyarakat internasional untuk meningkatkan kehidupan manusia. SDGs terdiri dari serangkaian tujuan, sasaran, dan indikator berkelanjutan yang berlaku untuk semua orang. Karena itu, indikator SDG dapat digunakan untuk mengukur realitas pembangunan di tingkat internasional, nasional, regional, daerah, dan bahkan desa.

Salah satu tujuan dari SDG Desa adalah mewujudkan desa tanpa kelaparan. Tujuan dari agenda ini adalah untuk mengakhiri kelaparan di setiap desa pada tahun 2030 dan menjamin setiap orang memiliki ketahanan pangan yang cukup untuk menjalani kehidupan yang sehat. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan peningkatan akses terhadap pangan dan peningkatan produksi pertanian secara berkelanjutan. Peningkatan pendapatan dan produktivitas petani, pengembangan teknologi dan akses pasar, sistem produksi pangan yang berkelanjutan, dan peningkatan nilai tambah dari produksi pertanian adalah semua komponen yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini.

Salah satu dari banyak upaya yang harus dilakukan agar kemajuan dan kesejahteraan kawasan perdesaan bisa tercapai yakni menyadari bahwa pembangunan adalah proses yang berkesinambungan dengan skala prioritas dan tahapan tertentu. Sangat penting bahwa sentuhan modernisasi mencakup semua aspek kehidupan dan harus dilandasi dengan motivasi dasar yang jelas, sasaran yang terukur dan tujuan yang rasional serta berorientasi pada pertumbuhan dan perubahan.

Demikian juga, pemerintah desa harus terus mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan desa. Untuk memastikan bahwa program yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan lokal, ini dilakukan melalui konsultasi publik dan musyawarah desa.

Untuk memerangi kemiskinan desa, perlu adanya sinergi antara pemerintah, komunitas, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah. Keberhasilan dalam mengatasi kemiskinan desa bergantung pada kebijakan yang komprehensif, pemberdayaan masyarakat, dan kerja sama dengan pihak swasta. Dengan terus mendukung berbagai program pembangunan dan melakukan evaluasi yang tepat, kemiskinan di desa secara signifikan dapat dikurangi dan masyarakat desa akan menjadi lebih makmur dan mandiri.

Teringat dengan penyanyi dan penulis lagu Iwan Fals yang mempopulerkan lagu berjudul “Desa”. Lagu bergenre pop tersebut dirilis pada 2004 yang liriknya menerangkan desa sebagai kekuatan sejati, desa harus diutamakan dan negara harus berpihak pada para petani (petani dalam arti luas).

“Desa harus jadi kekuatan ekonomi, Agar warganya tak hijrah ke kota, Sepinya desa adalah modal utama, Untuk bekerja dan mengembangkan diri, Walau lahan sudah menjadi milik kota, Bukan berarti desa lemah tak berdaya, Desa adalah kekuatan sejati, Negara harus berpihak pada para petani, Entah bagaimana caranya, Desa lah masa depan kita, Keyakinan ini datang begitu saja, Karena aku tak mau celaka, Desa adalah kenyataan, kota adalah pertumbuhan, Desa dan kota tak terpisahkan, Tapi desa harus diutamakan, Di lumbung kita menabung, Datang paceklik kita tak bingung, Masa panen masa berpesta, Itulah harapan kita semua…”

Bandarlampung, Senin 20 Desember 2025
Dr. Yunada Arpan, Penasehat DPC Apdesi Kabupaten Lampung Barat/Dosen STIE Gentiaras Lampung.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru