LAMPUNG UTARA – Sidang lanjutan perkara dugaan penganiayaan antara kelima warga adat dan Agus Kristian Hulu yang juga membawa-bawa Wartawan di Kabupaten Lampung Utara, tim Penasehat Hukum (PH) menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai kabur atau tidak ada kepastian, Rabu (22/05/2024).
Dakwaan yang dinilai kabur tersebut, diungkapkan Samsi Eka Putra, S.H mewakili tim penasehat hukum keenam orang terdakwa pada sidang Eksepsi yang digelar di Pengadilan Kotabumi pada Rabu 22 Mei 2024.
Pada eksepsi tersebut disampaikan bahwa, penuntut umum harus bersifat cermat dan teliti dalam membuat sebuah dakwaan.
“Dakwaan tidak jelas dan kabur (obscuur libelum) serta tidak ada kepastian, sehingga terkesan dipaksakan. Kemudian dakwaan penuntut umum tidak memenuhi syarat material, dimana telah disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, serta keliru menempatkan perbuatan terdakwa dan tidak menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai perbuatan pidana, sehingga dakwaan penuntut umum batal demi hukum,” ucap Samsi Eka Putra.
Adapun yang dimaksudkan oleh penasehat hukum tidak cermat nya dan kabur dakwaan penuntut umum karena di dalam rekonstruksi di kepolisian ada dua Adegan, adegan versi dari pelapor dan versi dari tersangka.
“Dua versi ini masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama, dengan artian memiliki saksi-saksi masing-masing,” ungkap Samsi.
Masih menurut penasehat hukum, sementara dari dua reka adegan tidak terdapat saksi yang dianggap netral yang dapat menerangkan ada atau tidak ada peristiwa tersebut.
“Adanya dualisme dalam rekonstruksi ini menjadi sesuatu yang kabur, tidak ada kepastian hukum,tapi ternyata perkara ini tetap dinaikkan dengan dakwaan, dengan begitu gugatan JPU kami tolak,” terangnya lebih lanjut.
Sementara dari jejak digital, yang direkam melalui handphone seorang wartawan yang menjadi salah satu tersangka, “Jelas-jelas dalam rekaman itu tidak ada adegan kekerasan, hanya ada perdebatan-perdebatan antara terdakwa dengan pelapor, artinya tidak ada rekaman jejak digital yang menunjukkan adanya peristiwa kekerasan, jadi ini menjadi bukti bahwa tidak ada kepastian hukum dalam penetapan tersangka ” terang Samsi.
Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Edwin Adrian, SH.,MH., dengan Jaksa Penuntut Umum Adi Hidayatulloh,S.H. dan Glenn Lucky, S.H. salah satu tim penasehat hukum terdakwa Chandra Guna,S.H. juga menyampaikan terdapat perbedaan penafsiran terhadap pasal 72 KUHAP, PH ke-enam tersangka berhak mendapatkan BAP lengkap dan lainnya seperti apa yang di mohonkan sebelumnya.
“Terdakwa atau penasehat hukum terdakwa berhak memperoleh BAP lengkap, yang dimaksud dengan lengkap adalah BAP Konfrontir dan BAP peristiwa Rekonstruksi, harus kita dapatkan, tapi yang kami dapatkan hanya BAP terdakwa dan terlapor,” kata Jubir PH itu.
Atas hal itu PH mengajukan permintaan kepada hakim, yang kemudian hakim mempersilahkan Penasehat Hukum untuk mengajukan permintaan yang dimaksud melalui PTSP karena terdapat adanya aturan mengenai hal itu.
Untuk diketahui Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum dalam perkara itu yakni Adi Hidayatulloh, S.H kemudian sebagai penasehat hukum. Selain Samsi Eka Putra,S.H. Chandra Guna, S.H. Dr. Suwardi,SH,MH,CM, CPCLE, dan Herwan Dex, S.H. sebagai tim penasehat hukum terdakwa.
Kemudian sidang perkara tersebut di pimpin oleh Edwin Ardian,SH.MH sebagai hakim ketua dan di dampingi kedua hakim lainnya sebagai hakim anggota.
Sebagai informasi, sidang selanjutnya akan di lanjutkan pada kamis 30 Mei 2024 mendatang.(*)
Komentar