LAMPUNGBARAT – Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Lampungbarat diduga melakukan tidak pelanggaran dalam penyaluran belanja subsidi pasar murah tahun 2022.
Lantaran mulai dari proses pengajuan anggaran hingga pelaksanaan tidak mengacu pada ketentuan hukum. Bahkan, praktek penyalurannya melanggar Peraturan Pemerintah RI No. 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan Daerah pasal 61 ayat a hingga e, pasal 141 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah.
Selain melanggar Permendagri No 27 tahun 2021 tentang pedoman penyusunan APBD tahun 2022 serta Permendagri No 77 tahun 2020 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan daerah. Dalam pelaksanaannya juga tidak sesuai dengan Perbup Lambar No 47 tahun 2022.
Demikian hasil Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) perwakilan Provinsi Lampung atas laporan keuangan pemerintah Kabupaten Lampungbarat.
Selanjutnya, hasil audit anggaran oleh BPK-RI menemukan dugaan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh dinas tersebut dalam hal program pemberian subsidi kepada elemen masyarakat yang membutuhkan.
Diketahui, jumlah anggaran subsidi yang digelontorkan tahun 2022 oleh Dinas Koperindag mencapai lebih dari setengah milyar rupiah. Sayangnya belanja subsidi dalam kegiatan pasar murah tersebut ternyata tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan terindikasi fiktif dan penerima bantuan subsidi tidak didukung data yang valid.
Walaupun dalam laporan bahwa kegiatan itu terealisasi hingga 100% namun dalam kenyataannya pelaksanaan pasar murah di 15 kecamatan se Lampung Barat tidak dukung dengan dokumentasi yang memadai.
Data kegiatan tersebut ternyata hasil verifikasi yang dilakukan oleh BPK RI tidak valid lantaran tidak didukung oleh data akurat para penerima subsidi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hal itu terjadi lantaran Camat selaku pemberi data kepada Dinas Koperindag tidak memberikan data sesuai dengan kondisi di lapangan dan itu tidak bisa dibuktikan dengan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Kemudian, dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut ternyata tidak terdokumentasi dengan baik mengenai kapan dan di mana waktu pelaksanaan pasar murah itu.
Tidak hanya itu, Bahkan tidak ada bukti maupun tanda tangan baik itu presensi maupun tanda terima yang menyatakan bahwa masyarakat tersebut telah melaksanakan pembelian atas barang yang disubsidi. Jenis barang subsidi yang dianggarkan berupa 5 kg beras, minyak goreng 1 liter, gula pasir 1 kg, telur 1 kg serta bawang merah 1 kg. Setiap item barang yang akan mendapatkan satu kupon dan bisa ditukarkan saat pelaksanan kegiatan pasar murah.
Mirisnya, hasil temuan BPK RI ternyata Dinas Koperindag tidak bisa menunjukkan bukti pertanggungjawaban SPJ atau tanda tangan para penerima manfaat kegiatan operasi pasar bersubsidi tersebut.
Lebih parahnya lagi, pemerintah tidak memverifikasi usulan nama calon penerima program ini karena mereka hanya berpatokan pada usulan yang diberikan oleh camat. Camat pun tidak bisa memberikan data secara spesifik siapa-siapa saja anggota masyarakat yang berhak menerima subsidi seperti dalam sampel yang dilakukan oleh pihak BPK, dimana para Camat seperti Camat Pagardewa, Gedungsurian dan Camat Belalau tidak melakukan proses verifikasi yang dihasilkan pada tahap awal penyampaian daftar usulan dan semua daftar itu hanya sebagai formalitas belaka.
Kegiatan subsidi dan pasar murah tersebut pihak Koperindag melakukan kerjasama dengan perum Bulog Cabang Lampungutara dalam hal kegiatan operasi pasar bersubsidi dengan kesepakatan untuk melaksanakan perjanjian kerjasama pasar murah.
Tetapi di akhir kegiatan tidak ada dokumen laporan penyelesaian kegiatan dari pihak Bulog dengan alasan tidak diminta oleh Dinas Koperindag.
Diakhir audit BPK RI memberikan catatan bahwa semua harus bertanggung jawab mulai dari Kepala Dinas Koperindag, Kepala Bidang Perdagangan selaku PPK yang tidak bisa mempertanggungjawabkan pelaksanaan belanja seperti sesuai dengan ketentuan serta Pj Bupati dapat memberikan sanksi kepada para camat yang tidak melakukan proses pendataan secara akurat.
Salah seorang pemerhati Lampungbarat yang juga akademisi Dr.Yunada Arpan, ketika dihubungi melalui sambungan telpon mengenai hal ini, memberikan tanggapan bahwa tentunya dugaan penyimpangan tersebut harus ditindaklanjuti. Lantaran kuat dugaan data penerima subsidi pada kegiatan tersebut adalah masyarakat yang seharusnya tidak berhak menerima subsidi.
Indikasi itu, menurutnya bisa terjadi lantaran data dari Camat tidak dapat menjelaskan bukti otentik mengenai indikator siapa saja yang berhak menerima subsidi berdasarkan DTKS.
“Apalagi mendekati tahun politik ini bisa saja orang berpikir bahwa yang menerima adalah yang mempunyai unsur kedekatan dengan pihak pihak yang berkepentingan,” ujarnya berseloroh menutup pembicaraan, Senin (02/10/2023).
Sementara itu, Kepala Dinas Koperindag Lampung Barat Tri Umaryani ketika dihubungi via WhatsApp, hp-nya dalam keadaan tidak aktif.(Rangga)
Komentar