oleh

Tiga Petugas Imigrasi Bali Tersangka Baru Tiba di Jakarta, Ini Penjelasan Kombes Pol Hengki Haryadi

Loading

JAKARTA – Tiga orang petugas Imigrasi Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, kembali menjadi tersangka kasus TPPO terkait penjualan ginjal ke Kamboja tiba di Jakarta. Ketiganya ditangkap lantaran meloloskan sindikat TPPO tanpa prosedur. Mereka tiba di gedung Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya, Sabtu 29 Juli 2023 sekira pukul 20.10 WIB.

Ketiganya tersangka dengan tangan diborgol terus menunduk saat digiring Tim di Pimpin Kasubdit Jatanras AKBP Panji Yogo, Kanit 2 Kompol Eko Barmula ke ruang penyidikan. Ketiga oknum tersebut akan menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan satu tersangka dari pihak Imigrasi berinisial H. Dengan begitu, total kini ada empat petugas Imigrasi yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus TPPO ini.

“Sementara ini kita tetapkan tiga tersangka. Dengan demikian, total kini ada 15 tersangka dalam perkara yang ada. Rinciannya, 10 orang bagian sindikat jual beli ginjal, satu orang anggota Polri berinisial Aipda M, dan 4 orang oknum petugas Imigrasi,” Kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, Sabtu (29/07/2023).

“Kita secara berkesinambungan akan melaksanakan pemeriksaan, gabungan bersama Bareskrim juga kemarin, dan kita akan kembangkan terus,” lanjut Hengki.

Petugas Imigrasi Sediakan Fast Track

Hengki menjelaskan pihak kepolisian mendalami dan kembali menangkap dan menetapkan tiga orang oknum Imigrasi lainnya. Oknum Imigrasi ini menerima sejumlah uang dari sindikat.

Setidaknya Rp 3,5 juta dikantongi oknum petugas Imigrasi dari setiap orang yang diberangkatkan ke Kamboja.

“Hasil pemeriksaan di Bali kita temukan modus operandi di mana kelompok ini, pada satu waktu mereka berangkat ke Kamboja diberikan prioritas khusus dengan modus operandi yaitu fast track dan memberikan sejumlah uang,” kata Hengki Haryadi.

Dengan adanya jalur fast track ini, keberangkatan sindikat TPPO ke Kamboja berjalan mulus. Pemberian sejumlah uang kepada oknum Imigrasi juga membuat pemeriksaan keimigrasian kepada calon donor yang akan berangkat ke Kamboja tidak terlalu ketat.

“Mereka para oknum Imigrasi ini memperlancar keberangkatan para korban ke Kamboja. Karena sebagaimana diketahui harusnya ketat, mereka memberikan sejumlah uang sehingga pemeriksaannya longgar,” katanya.

Berawal dari Facebook hingga Terbang ke Kamboja

Hengki Haryadi menjelaskan bahwa awal mulanya para korban ditawarkan lewat media sosial dengan dua akun Facebook yang dijalankan para sindikat jual beli ginjal jaringan internasional.

“Cara rekrutnya ini melalui Facebook. Facebook ini ada dua akun grup, akun ginjal Indonesia dan akun ginjal negeri,” kata Hengki

Selain itu, lanjut Hengki, dari para korban yang telah menjalani operasi ginjal, mereka turut direkrut untuk mempromosikan penjualan ginjal dari mulut ke mulut oleh para sindikat. “Dalam perkembangannya, yang tadinya direkrut menjadi perekrutan, ini dari mulut ke mulut,” ujar Hengki.

Setelah itu, para korban yang telah siap untuk menjual ginjalnya akan ditampung lebih dulu untuk selanjutnya diberangkatkan ke Kamboja.

Dan mereka mayoritas berangkat melalui Bandara Ngurah Rai, Bali dengan bantuan oknum imigrasi. “Caranya ya pakai fast track atau fast lane,” kata Hengki.

Cara tersebut dilakukan oknum imigrasi untuk memperlonggar pemeriksaan kepada para calon penjual ginjal yang akan berangkat ke Kamboja.

“Ini kan harusnya pertama ada pengajuan diskresi orang hamil orang tua difabel dan sebagaimana. Ini dipercepat sama dia, berangkatlah ke Kamboja,” ujar Hengki.

Rumah Sakit Militer di Kamboja

Setelah diberangkatkan ke Kamboja, para korban akan diobservasi terlebih dahulu selama kurang lebih satu minggu. Semua dicek di Preah Ket Mealea Hospital atau rumah sakit militer yang berada di Kota Phnom Penh, Kamboja.

“Di Kamboja ini diobservasi kurang lebih seminggu, berbeda-beda. Observasi beda-beda, ada yang seminggu, sambil diobservasi di cek. Kadang ada yang gagal juga,” jelasnya.

Para korban nanti akan dipertemukan sosok bernama Miss Huang yang diduga terlibat dalam kasus jual beli ginjal ilegal. Miss Huang adalah orang yang mengatur segala keperluan para pendonor ketika berada di Kamboja.

“Kemudian korban dipertemukan dengan receiver penerima donor. Kemudian koordinasi di sini, ini tugasnya Miss Huang. Miss Huang ini sekali minta order atau pesan korban bisa mencapai 20 orang,” ucap Hengki.

Selama proses operasi di sana ditangani langsung oleh dokter yang menurut korban dikenal dengan sebutan Prof Chen. Prof Chen ini melakukan operasi transplantasi ginjal kurang lebih selama 3 jam. “Menurut keterangan tersangka, dokternya bernama ini Prof Chen. ” ungkap Hengki.

Setelah operasi selesai, lanjut Hengki, para korban selanjutnya kembali menjalani observasi atau masa pemulihan. Selanjutnya akan dipulangkan kembali ke Indonesia dengan proses pemantauan langsung oleh para sindikat. “Dioperasi hanya 3 jam, observasinya kurang lebih 10 hari pascaoperasi,” jelasnya.

Peran Pelaku Jual Beli Ginjal

Sejauh ini, untuk jaringan sindikat ini jual beli ginjal ini total korban tahun 2023 tercatat ada 122 korban. Para tersangka saling berbagi tugas.

Tersangka Hanif atau H atau Hanim, misalnya. Dia menghubungkan antara Indonesia dengan Kamboja. Kemudian, tersangka atas nama Septian atau S yang juga koordinator Indonesia.

Tersangka atas nama Lukman atau L bertugas melayani pendonor selama di Kamboja. Dialah yang menghubungkan dengan rumah sakit, menjemput calon pendonor.

Sedangkan, tujuh orang lainnya bertugas sebagai perekrut yang mengurus paspor akomodasi dan sebagainya.

Lima orang tersangka lainnya tidak termasuk bagian dari dalam sindikat yaitu satu orang oknum anggota polri Aipda M dan empat oknum imigrasi.

Dalam kasus ini, peran Aipda M berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan. Saat itu, 10 orang tersangka mencari bantuan supaya lolos dari jeratan hukum.

Ketemulah dengan Aipda M yang mengarahkan para pelaku menganti-ganti telepon genggam berserta sim card, dan berpindah-pindah lokasi guna menghindari kejaran petugas kepolisian. Aipda M turut menerima upah Rp612 juta dari sindikat jual beli ginjal.

Tiap kali berhasil mendatangkan pendonor untuk transplantasi ginjal, para pelaku mendapat upah Rp200 juta. Dari nominal itu, pendonor akan mendapatkan bagian Rp135 juta.(red).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terbaru